Minggu, 19 Juli 2015

Ku ikhlaskan

Tak kuduga semuanya berlalu begitu cepat.
Anak manja yang selalu bersama ibunya,itu aku.
Kami selalu berdua,dirumah . Setiap pagi yang pertama kulihat wajah ibuku. Suara kerasnya tak pernah absen untuk membangunkanku, mengingatkan untuk sarapan tidak pernah terlupakan, membereskan tempat tidurku, dan mengkhawatirkanku setiap kali aku akan meninggalkannya dari rumah. Menanti kehadiranku sepulang kerja,membukakan pintu ketika aku datang, menyiapkan air panas untuk ku mandi,mengingatkan ku untuk solat, menyuruhku untuk tidur dan istirahat, dan terpenting dia akan selalu menelponku setiap kali aku lupa mengabarinya.  Iya, dia ibuku. Dia yang selalu marah bilaku manja, dia tidak ingin aku selalu bergantung padanya.
Dia ingin aku bisa mandiri, tanpa harus selalu di ingatkan olehnya. Tapi, ya seperti itulah. Dia akan tetap memperlakukanku seperti itu selagi dia mampu. Katanya "kasian,cape ya nak" begitulah ibuku. 
Tetapi, setiap penyakitnya mulai kambuh. Dia tidak bisa apa apa, dia hanya mengeluh padaku namun tetap berusaha kuat. "Risaaaaa,mamah pusing. Ambilin obat" . Obat obat dan obat, sedih melihatnya terus menerus bergantung pada obat. Namun dengan itulah cara dia bertahan.
Setiap hari dia akan menungguku,menungguku hingga sukses, menungguku hingga aku wisuda,hingga aku menikah, dan dia selalu berharap dapat menemaniku selalu. 
Yang pasti, bila aku belum makan dia tidak akan makan duluan. Bila aku belum pulang dia tidak akan tidur duluan. Dia tidak ingin membiarkan anaknya kelaparan selagi perutnya sendiri sudah kenyang. Dia tidak akan tidur nyenyak selagi anaknya belum terlelap.
Dulu memang ibuku sangat manja,namun ketika berpisah dengan jarak oleh ayahku. Mau tidak mau dia harus kuat mengurus ku sendiri.
Bertahan sendiri.
Ibuku telah menua,tubuhnya mungkin sudah tidak sanggup lagi bertahan melawan penyakit.
Makin kesini ibuku makin lemah, aku tidak sanggup melihatnya kesakitan. 
Sikapku yang selalu manja padanya,harus mulai dirubah. Karena sudah tidak mungkin ibuku bisa seperti dulu.
Disetiap malam dia selalu berdoa ,mohon diberi kesehatan untuknya agar dia bisa menemaniku lebih lama. Bisa melihat cucunya tumbuh dewasa. Setelah itu ibuku akan mengelus rambutku dan menangis . Dia sudah bertahan terlalu lama melawan penyakitnya,dia takut akan meninggalkanku sendiri. Saat itu aku masih tertidur pulas,namun aku merasakan sentuhan lembut jemarinya.
Bila kutatap matanya, banyak harapan yang tersimpan ketika menatapku.
Ohh ibuku izinkan aku untuk terus memelukmu erat..
Ohh ibuku sanggupkah engkau bertahan lebih lama untuk terus menemaniku..
Ohh ibuku engkau satu satunya wanita yang paling kuat dan aku banggakan..
Maafkan diri ini yang selalu manja padamu..
Maafkan diri ini yang selalu membantah perintahmu..
Maafkan diri ini yang belum sempurna menyenangkan hatimu..
Tidak berdaya diri ini tanpa sosok dirimu wahai ibuku...
Dan untuk hari ini , ku ikhlaskan semua kepada Allah.
Bila engkau tak sanggup lagi menemaniku disini,ku yakin engkau akan selalu menemani hati ini.
Tak sanggup ragamu bertahan,tak sanggup diriku melihatmu kesakitan.
"Berjuta air mata ini tak sanggup menahan kepergianmu mah,tapi terimakasih banyak 20 tahun ini engkau melengkapi hidupku dengan kesempurnaanmu. Tanpamu, tanpa doamu aku tak bisa apa apa. Mamah kebanggaanku, izinkan aku untuk membuatmu bangga selalu. Tetap dihatiku,melindungiku. Aku akan buatmu bangga,aku akan mandiri,aku akan membuatmu selalu tersenyum,aku akan turuti semua keinginan mamah. Ku ikhlaskan mah...." - 10 Juli 2015